IHSG Menguat Pasca Libur Panjang, Didukung Sentimen Positif Global

JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diproyeksikan menguat pada perdagangan Rabu (14/5/2025), usai libur panjang akhir pekan. Penguatan ini didorong oleh sentimen global yang membaik, menyusul adanya kesepakatan gencatan senjata dalam konflik dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok.
Menurut Fanny Suherman, Kepala Riset Ritel BNI Sekuritas, IHSG berpotensi mengalami rebound teknikal setelah kedua negara menyetujui pengurangan tarif selama 90 hari. “Secara teknikal, IHSG berada dalam kisaran support 6.800–6.820 dan resistance di level 6.860–6.900,” ungkapnya.
Sebelum libur, IHSG ditutup naik tipis 0,07 persen, meski dibayangi aksi jual bersih investor asing sebesar Rp499 miliar. Saham-saham seperti BMRI, PNLF, ASII, GOTO, dan TLKM menjadi yang paling banyak dilepas asing.
Dari pasar global, bursa saham Amerika Serikat mencatat penguatan mayoritas pada Selasa kemarin. Penguatan tersebut dipicu oleh meredanya ketegangan perdagangan antara AS dan Tiongkok, serta kinerja positif saham teknologi seperti Nvidia.
Hal serupa juga terjadi di bursa Asia-Pasifik, yang ditutup menguat dengan bursa Jepang memimpin. Indeks Nikkei 225 tercatat naik 1,43 persen pada sesi perdagangan terakhir.
Tim analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia memprediksi IHSG akan bergerak konsolidatif dalam jangka pendek. “Tren penguatan IHSG masih berlanjut, meskipun volatilitas tetap rendah dan pasar menantikan sinyal penguatan lanjutan,” kata tim dalam catatannya.
Secara mingguan, IHSG mencatat kenaikan 0,25 persen pada pekan pertama Mei, memperpanjang tren positif dalam sebulan terakhir. Saham-saham seperti BBRI, DSSA, dan TLKM menjadi pendorong utama indeks.
Namun, tekanan jual masih membayangi, terutama dari aksi jual bersih asing yang mencapai Rp1,75 triliun. Saham BMRI, PNLF, dan SSIA mengalami tekanan paling signifikan.
Pasar saham global mengalami reli setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan penurunan signifikan tarif impor antara AS dan Tiongkok, yang secara tak terduga meredakan ketegangan dagang. Hal ini meningkatkan minat risiko investor, khususnya di pasar saham AS.
Tim Mirae menambahkan bahwa dengan membaiknya sentimen risiko global, peluang pemulihan jangka pendek di pasar saham Indonesia tetap terbuka. Namun demikian, arus modal asing masih menjadi variabel penting yang perlu dicermati.